Menghindari gluten dapat membahayakan usus Anda, merusak bakteri penting

Para ilmuwan telah menemukan bahwa pengurangan konsumsi gluten dalam jangka panjang – yang sering dianggap sebagai tindakan kesehatan – justru dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus, mengurangi tingkat mikroba utama, dan menyebabkan akumulasi etanol yang terkait dengan peradangan dan risiko metabolik.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nutrients menilai apakah dan bagaimana diet bebas gluten jangka panjang memengaruhi komposisi dan fungsi mikrobiota usus pada orang dewasa yang sehat.

Gluten dan mikroflora usus

Gluten adalah komponen utama gandum, mengandung peptida besar seperti gliadin dan glutenin. Karena ukurannya yang besar, gliadin dan glutenin sulit dipecah oleh enzim pencernaan manusia, sehingga melewati usus tanpa dicerna dan menyebabkan perubahan pada mikrobiota. Gluten dikaitkan dengan beberapa penyakit, termasuk sensitivitas gluten non-celiac, penyakit celiac, dan ataksia gluten.

Orang yang menjalani gaya hidup bebas gluten sering melaporkan peningkatan pencernaan, pengendalian berat badan, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Namun, bukti efek ini pada orang sehat masih terbatas, dan menghindari gluten tanpa diet yang diindikasikan secara medis dapat menimbulkan risiko nutrisi dan metabolisme.

Sebuah studi menemukan bahwa setelah satu tahun menjalani diet bebas gluten atau rendah gluten (LGD), pasien penyakit celiac memiliki peningkatan risiko sindrom metabolik, kemungkinan besar karena indeks glikemik yang tinggi pada banyak makanan bebas gluten. Risiko tersebut memerlukan pemantauan jangka panjang, karena perubahan mikrobiota akibat pola makan dapat berkontribusi terhadap gangguan metabolisme.

Tentang penelitian ini

Ini adalah uji coba terkontrol acak yang menilai efek kepatuhan jangka panjang terhadap LGD terhadap komposisi dan aktivitas metabolisme mikrobiota usus pada 40 orang dewasa sehat di Prancis. Peserta biasanya mengonsumsi sekitar 160 g roti dan pasta per hari, setara dengan 14–15 g gluten.

Para relawan beralih dari diet tinggi gluten konvensional (HGD) ke LGD dalam dua siklus 8 minggu. Sampel feses dikumpulkan pada awal penelitian (M0), setelah 8 minggu (M2), dan pada 20 individu, setelah 16 minggu LGD (M4). Mikrobiota dianalisis menggunakan sekuensing gen 16S rRNA dan PCR. Metabolisme dinilai menggunakan spektroskopi 1H NMR dari produk fermentasi feses.

Hasil penelitian

Sebanyak 1.742.283 pembacaan 16S rRNA diproses dari sampel feses setelah HGD dan LGD. Terdapat penurunan signifikan dalam keragaman alfa mikrobiota selama LGD, dengan penurunan yang lebih besar setelah 16 minggu, menunjukkan efek yang meningkat seiring waktu. Keragaman beta menunjukkan pergeseran yang jelas dalam komunitas mikroba selama LGD dibandingkan dengan kondisi awal.

Pada tingkat filum, Verrucomicrobiota dan Actinomycetota menurun secara signifikan, sementara Bacteroidota dan Bacillota meningkat. Namun, rasio Bacillota/Bacteroidota tidak berubah, yang dianggap penting oleh para penulis. Pada tingkat famili, Veillonellaceae meningkat, sementara Akkermansiaceae menurun.

Bifidobacteria berkurang secara signifikan melalui qPCR (p = 0,0021), meskipun hal ini tidak selalu mencapai signifikansi statistik dalam pengurutan. Kadar Escherichia coli, Faecalibacterium prausnitzii, dan kelompok Lactobacillus–Pediococcus tidak berubah.

Kelas Bacteroidia, Verrucomicrobiae, dan Clostridia berubah pada tingkat spesies. Akkermansia muciniphila menurun secara signifikan pada M4. Lachnobacterium bovis penghasil laktat juga menurun. Pada saat yang sama, beberapa penghasil butirat seperti Roseburia dan Faecalibacterium meningkat, yang menurut para penulis membantu menjaga kadar butirat tetap stabil.

Spesies pemfermentasi selulosa, R. callidus dan Ruminococcus champanellensis, juga menurun di M4. Anggota famili Lachnospiraceae, termasuk Eubacterium sp. dan Blautia caecimuris, menurun—meskipun Lachnospiraceae mencakup banyak penghasil butirat.

Setelah LGD, Enterobacteriaceae meningkat 10 kali lipat, sementara total anaerob tetap tidak berubah. Kadar mikroba yang mampu memecah gluten menurun 10 kali lipat pada M2. Enterobacteriaceae, termasuk penghasil etanol potensial seperti E. coli, dapat berkontribusi terhadap peradangan jika jumlahnya berlebihan.

Perubahan metabolisme

Tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam konsentrasi produk fermentasi feses antara M2 dan M4. Pada M2, terdapat sedikit penurunan proporsi asetat dan peningkatan proporsi propionat. Proporsi etanol meningkat lebih dari tiga kali lipat pada M2 dan M4. Akumulasi etanol merupakan sinyal alarm metabolik yang penting, karena berkaitan dengan peradangan dan sindrom metabolik.

Penurunan signifikan kadar isobutirat juga tercatat pada M4. Meskipun terjadi perubahan mikrobiota, kadar asetat, propionat, dan butirat secara umum tetap stabil, yang oleh para penulis dikaitkan dengan kelebihan kapasitas berbagai bakteri untuk memproduksi butirat.

Sebagian besar galur pendegradasi gluten termasuk dalam kelas Clostridia. Terdapat pula satu isolat dari Actinomycetota, dua dari Gammaproteobacteria, dan tiga dari Erysipelotrichia. Lima galur termasuk dalam famili Lachnospiraceae dalam Clostridia. Satu isolat dari famili Oscillospiraceae diidentifikasi sebagai Flavonifractor plautii, dan tiga individu ditemukan memiliki galur Erysipelotrichaceae.

Kesimpulan

LGD selama 16 minggu mengubah komposisi dan aktivitas metabolisme mikrobiota usus pada subjek sehat di Prancis, yang memicu tanda-tanda disbiosis. Perubahan ini kemungkinan besar disebabkan tidak hanya oleh penghapusan gluten, tetapi juga oleh penggantian gandum dengan beras dan jagung, yang mengubah komposisi serat dan polifenol dalam pola makan.

Studi jangka panjang lebih lanjut dapat memperjelas efeknya terhadap imunitas, fisiologi, dan metabolisme. Namun, data yang ada menunjukkan bahwa LGD jangka panjang pada individu sehat dapat mengganggu keseimbangan mikroba dan meningkatkan kadar etanol, yang berpotensi menimbulkan risiko metabolik.