Mikrosporidia

Mikrosporidia adalah sekelompok mikroorganisme protozoa yang termasuk dalam kelas knidosporidia. Mikrosporidia adalah parasit intraseluler yang tidak dapat hidup di luar organisme inang. Ada hampir 1.300 spesies, yang diwakili oleh hampir 200 genus. Ini hanya sebagian kecil dari keragaman mikrosporidia yang sebenarnya yang telah dijelaskan dalam dunia ilmiah: banyak kemungkinan inang yang terinfeksi belum diperiksa untuk mengetahui keberadaan parasit ini di dalam tubuh. Inangnya bisa berupa hampir semua hewan – dari protozoa hingga manusia. Jumlah dan keragaman mikrosporidia terbesar diwakili oleh krustasea dan serangga.

Manusia dapat terinfeksi oleh enam genus mikrosporidiosis: Encephalitozoon, Pleistophora, Nosema, Vittaforma, Enterocytozoon, dan Microsporidium. Meskipun beberapa parasit dalam kelompok ini cenderung menyebabkan infeksi usus sementara atau asimtomatik, mekanisme infeksi dengan mikrosporidiosis belum diteliti secara memadai.

Mikrosporidia memiliki beberapa fitur unik yang menunjukkan kemampuan adaptasinya yang luar biasa terhadap parasitisme intraseluler. Spora mereka mengandung serangkaian organel yang unik bagi mereka – alat ekstrusi. Dengan bantuannya, sel yang sehat terinfeksi dengan menusuk membran dan melepaskan spora langsung ke dalam sitoplasma. Tidak ada spesies protozoa lain yang memiliki mekanisme serupa untuk mendistribusikan spora mereka.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ], [ 4 ], [ 5 ]

Struktur mikrosporidia

Genom mikrosporidia merupakan yang terkecil di antara semua sel yang mengandung nukleus. Hampir tidak ada intron di dalam sel, dan mitosis disajikan dalam bentuk pleuromitosis intranuklear tertutup. Ribosom mikrosporidia memiliki struktur yang mirip dengan ribosom sel dengan struktur anuklear. Sel tersebut tidak memiliki kinetosom, lisosom, atau partikel nutrisi cadangan. Sebelumnya, mikrosporidia diyakini tidak memiliki mitokondria, tetapi belum lama ini mitosom kecil ditemukan di dalamnya, yang menjadi bukti sifat mitokondrianya.

Spora biasanya memiliki membran tiga lapis: eksospora glikoprotein, endospora kitin, dan membran sitoplasma. Aparatus ekstrusi terdiri dari vakuola posterior, cakram jangkar, polaroplas, dan tabung kutub. Vakuola posterior memiliki struktur bilik tunggal atau bilik ganda. Terkadang vakuola mengandung posterosom. Pada saat embrio dilepaskan ke dalam sel yang sehat, posterosom segera membesar, memindahkan spora ke dalam tabung kutub.
Polaroplas biasanya terdiri dari membran yang terletak secara kompak dalam semacam "paket".

Kadang polaroplas mengandung vesikel dan struktur tubular. Polaroplas terlibat dalam menghasilkan tekanan yang diperlukan untuk membalikkan tabung polar, menyediakan tabung polar dengan membran dan sporoplasma yang masuk ke dalamnya. Tabung polar adalah formasi memanjang dengan dua membran, tersusun dalam bentuk spiral dan memanjang dari cakram jangkar. Penampakan dan perkembangannya dapat sangat bervariasi pada mikrosporidia.

Siklus hidup mikrosporidia

Sporoplasma adalah satu nukleus yang dikelilingi oleh sejumlah kecil sitoplasma yang mengandung ribosom. Nukleus terletak di dalam spora. Setelah spora menembus lingkungan internal sel inang, sporoplasma membentuk membran sitoplasma pelindungnya sendiri, yang belum banyak dipelajari.

Kemudian sporoplasma tumbuh dengan cepat. Pada tahap ini sel memiliki sedikit organel: posterosom, ribosom, retikulum endoplasma halus dan kasar.

Dengan dimulainya fase sporogoni – sporont – sel memperoleh membran lain. Pada fase ini, inti sel aktif membelah, membentuk plasmodia.

Mikrosporidia dapat meletakkan cangkang tambahan lain - vesikel sporofor, yang penampilan dan ukurannya bervariasi secara signifikan di antara spesies yang berbeda.

Sporoblast merupakan tahap peralihan perkembangan dari plasmodium sporogonal menjadi spora. Selama periode ini, semua membran berkembang secara aktif dan organel terbentuk. Kemudian sel yang terinfeksi dihancurkan, dan spora yang dihasilkan menyerang sel sehat di sekitarnya atau dikeluarkan dari tubuh untuk mencari inang baru.

Mikrosporidia dicirikan oleh berbagai siklus hidup. Siklus ini hanya mencakup satu inang (monoksenik) dengan pembentukan satu jenis spora, yang merupakan ciri khas 80% spesies yang diketahui. Namun, siklus ini juga dapat sangat bervariasi di antara spesies yang berbeda: ciri sporogoni, jumlah dan jenis pembelahan pada semua tahap. Untuk 20% sisanya, siklus hidup dapat terjadi pada dua atau lebih inang, dengan pembentukan berbagai jenis spora dalam struktur dan fungsi yang ditetapkan.

Gambaran klinis dan gejala mikrosporidiosis

Mikrosporidia sangat umum. Penyakit yang disebabkan oleh mikrosporidia, serta jalur infeksinya, belum diteliti secara memadai. Mikrosporidia, yang dapat hidup di sel manusia, juga menyerang hewan, baik hewan liar maupun hewan peliharaan, tetapi belum jelas apakah manusia terinfeksi dari hewan. Orang dengan kekebalan tubuh yang rendah dapat menjadi pembawa. Spora mikrosporidia terdapat di badan air, tetapi belum ada satu pun kasus penyebaran penyakit yang cepat yang membuktikan bahwa air yang terkontaminasi adalah penyebabnya. Mikrosporidia dikeluarkan dari tubuh inang ke lingkungan luar bersama feses, urin, dan dahak. Diasumsikan bahwa manusia dapat terinfeksi dari satu sama lain, tetapi tidak ada data pasti. Kemungkinan besar, mikrosporidiosis usus tertular ketika parasit masuk melalui rongga mulut. Yang terutama, kita berbicara tentang infeksi yang disebabkan oleh Enterocytozoon bieneusi, yang menyerang saluran pencernaan.

Mikrosporidiosis pada sistem pernapasan disebabkan oleh parasit yang hampir tidak pernah ada dalam tinja, jadi kemungkinan besar infeksi terjadi melalui debu di udara. Mata terpengaruh karena parasit masuk langsung ke konjungtiva. Penelitian menunjukkan bahwa mikrosporidia dapat menyerang makrofag dan fibroblas pada selaput lendirnya sendiri.

Mikrosporidiosis usus umum terjadi, tetapi ada banyak variasi penyakit: mikrosporidiosis pada saluran empedu, mata, sinus, saluran pernapasan, serat otot, mikrosporidiosis diseminata, menyerang ginjal, hati, jantung, dan sistem saraf.

Mikrosporidia, bila terinfeksi, sering menyebabkan diare akut atau kronis. Mereka yang telah menjalani transplantasi organ dan mengalami defisiensi imun yang diakibatkannya lebih mungkin terinfeksi mikrosporidiosis. Beberapa kasus epilepsi dikaitkan dengan fakta bahwa tubuh diserang oleh mikrosporidia. Kasus keratitis dan ulkus kornea telah dijelaskan yang muncul sebagai akibat kerusakan oleh Nosema ocularam, Vittaforma corneae, dan mikrosporidia lain yang belum diklasifikasikan. Mikrosporidia telah dideteksi pada peradangan serat otot. Nosema connori merupakan penyebab mikrosporidiosis yang menyebar. Dari seperempat hingga setengah kasus diare berkepanjangan dengan etiologi yang tidak diketahui pada pasien dengan defisiensi imun dikaitkan dengan mikrosporidia.

Biasanya, parasit menyerang orang muda dengan limfosit kurang dari 100 µl, mikrosporidiosis juga ditemukan pada anak-anak dengan defisiensi imun yang parah. Anak-anak yang organnya terkena mikrosporidiosis mungkin mengalami keterlambatan perkembangan, mengeluh sakit perut secara berkala dan diare terus-menerus.

Enterocytozoon bieneusi menyerang sel-sel usus, menyebabkan peradangan dan merusak vili, tetapi hampir tidak pernah menembus lapisan mukosanya sendiri. Infeksi ini terbatas pada saluran pencernaan. Sebaliknya, Encephalitozoon intestinalis sering berkembang di luar saluran pencernaan. Masuk ke saluran empedu, parasit ini memicu peradangan dan peradangan non-kalkulus pada kantong empedu. Pada orang yang terinfeksi HIV, parasit dapat menyerang mata, sinus, dan paru-paru, bahkan berkembang menjadi bentuk yang menyebar. Keratokonjungtivitis ditandai dengan kemerahan pada konjungtiva, ketidaknyamanan akibat paparan cahaya, masalah penglihatan, perasaan bahwa ada benda asing di mata. Selain itu, mikrosporidia dapat memicu perkembangan sinusitis dengan keluarnya lendir dan nanah dari hidung. Ada kasus ketika parasit masuk ke saluran pernapasan bagian bawah; kemudian, tanpa adanya tanda-tanda penyakit, pneumonia atau bronkitis dapat berkembang. Dalam beberapa kasus, dengan defisiensi imun, mikrosporidiosis yang menyebar dapat berkembang. Organ dalam mana yang terkena tergantung pada jenis parasitnya. Encephalitozoon hellem menyerang mata, saluran kemih, sinus, dan organ pernapasan. Encephalitozoon intestinalis berkembang di dalam saluran pencernaan dan saluran empedu, ada beberapa kasus ketika ia menyerang ginjal, mata, sinus, paru-paru, atau bronkus. Encephalitozoon cuniculi sangat berbahaya: ia mampu menyebar dan dapat menyerang hampir semua organ.

[ 6 ], [ 7 ], [ 8 ], [ 9 ]

Penyakit yang disebabkan oleh mikrosporidia

Berbagai bentuk infeksi yang disebabkan oleh mikrosporidia memiliki ciri-ciri khusus.

1. Enterocytozoonosis (mikrosporidia spesies Enterocytozoon bieneusi). Patogen ini menyerang sel-sel usus halus. Studi makroskopis terhadap perubahan pada mukosa usus tidak dapat mengungkapnya. Namun, di bawah mikroskop, Anda dapat melihat pelanggaran bentuk enterosit, kerusakan mikrovili, proliferasi kripta, dan peningkatan jumlah limfosit.

Sel-sel patologis secara bertahap kehilangan vili dan mati, dan spora dilepaskan untuk menghuni sel-sel sehat yang baru. Infeksi tersebut menyebabkan masalah pencernaan makanan, karbohidrat dan lemak diserap lebih buruk. Diare berlanjut, yang berlangsung selama berminggu-minggu dan dapat menyebabkan dehidrasi. Kurangnya nafsu makan menyebabkan penurunan berat badan.

Paling sering, enterositozoonosis terjadi dengan latar belakang AIDS dan berkembang dalam bentuk yang menyebar, menyerang saluran pernapasan dan menyebabkan demam.
Anda dapat terinfeksi melalui jalur fekal-oral. Pencegahan penyakit ini tidak berbeda dengan pencegahan infeksi usus.

2. Ensefalitozoonosis (mikrosporidia dari spesies Encephalitozoon cuniculi dan Encephalitozoon hellem). E. cunculi menyerang makrofag, pembuluh darah dan limfatik dari sel-sel otak, hati, ginjal, dan organ lainnya. Ketika sel-sel mati akibat infeksi, spora dilepaskan ke dalam darah dan limfa. Timbulnya ensefalitozoonosis bersifat akut, disertai demam dan disfungsi organ dalam yang terkena. Jika infeksi telah menyerang otak, pasien merasakan sakit kepala parah, iritasi meningen, atau bahkan sindrom meningeal. Jika hati terkena, ada tanda-tanda hepatitis, jika ginjal - tanda-tanda nefritis.

Risiko terbesar untuk tertular penyakit ini adalah pada pasien AIDS. Sumber ensefalitozoonosis adalah hewan. Untuk menghindari infeksi, perlu dilakukan deratisasi tepat waktu dan mematuhi aturan kebersihan pribadi.

Encephalitozoon hellem pada orang dengan defisiensi imun merupakan penyebab keratokonjungtivitis, radang ginjal, dan perkembangan gagal ginjal. Parasit ini juga berkembang di organ pernapasan, yang disertai dengan demam, batuk, kesulitan bernapas, tanda-tanda pneumonia interstisial. Seringkali, beberapa sistem organ internal terpengaruh pada saat yang bersamaan. Infeksi masuk dari orang yang sakit melalui organ pernapasan, rongga mulut, atau konjungtiva.

3. Invasi (mikrosporidia dari spesies Trachipleistophora hominis). Menyerang serat otot, disertai dengan kelemahan otot, demam, keratokonjungtivitis. Orang dan monyet dapat jatuh sakit karena invasi ini, setelah terinfeksi melalui kontak.
4. Septatosis (mikrosporidia dari spesies Septata intestinalis). Mikrosporidia pertama-tama menyerang sel-sel mukosa usus dan makrofag. Ulkus dan nekrosis berkembang di fokus infeksi. Kemudian patogen dapat berkembang di organ lain. Tanda utama infeksi adalah diare kronis. Diare kronis dapat memicu peradangan pada kantong empedu dan saluran empedu. Anda dapat terinfeksi dari orang yang sakit melalui makanan atau air.
5. Nosema (mikrosporidia dari spesies Nosema connori). Ini adalah invasi yang menyebar. Gejala utamanya adalah mual, muntah, diare parah, dan gagal napas. Penelitian akan menunjukkan keberadaan Nosema connori di jaringan otot jantung, diafragma, lambung, dan usus halus, serta di dinding pembuluh darah di banyak organ, di ginjal, hati, dan paru-paru. Infeksi terjadi melalui makanan.
6. Nosema (mikrosporidia dari spesies Nosema ocularum) merupakan penyakit langka. Parasit ini hidup di kornea dan memicu perkembangan peradangan gabungan pada kornea dan membran pembuluh darah bola mata, bahkan ulkus kornea.
7. Infestasi (mikrosporidia spesies Vittaforma corneum) juga menyerang mata.
8. Invasi (mikrosporidia dari spesies Bruchiola vesicularum) menyerang otot dan berkembang pada orang dengan defisiensi imun.

[ 10 ], [ 11 ]

Bagaimana cara mendeteksi mikrosporidiosis?

Mikrosporidia diwarnai dengan beberapa reagen, memberikan reaksi PAS positif, tetapi sering tidak dikenali: ukurannya yang sangat kecil (1-2 µm) dan tidak adanya tanda-tanda proses inflamasi pada jaringan yang berdekatan membuatnya sulit untuk dikenali. Mikrosporidiosis paling baik didiagnosis menggunakan mikroskop elektron. Pewarnaan tiga warna yang dimodifikasi dan PCR memberikan diagnostik berkualitas tinggi.

Mikrosporidiosis dapat dicurigai jika pasien mengeluh diare kronis, konjungtivitis, masalah pada sistem pernapasan, ginjal dan hati, jika penyebab keluhan ini belum teridentifikasi sebelumnya, dan tes belum menunjukkan adanya virus, bakteri dan protozoa lainnya.

Untuk memverifikasi diagnosis, apusan tinja diambil untuk dianalisis. Jika ada alasan untuk mencurigai mikrosporidiosis yang menyebar, apusan kornea, sedimen urin, dan biopsi mukosa kandung kemih dan duodenum diambil untuk dianalisis. Apusan diwarnai, dan kemudian dimungkinkan untuk mendeteksi spora patogen, yang memperoleh warna kemerahan di bawah aksi reagen, sementara sebagian besar bakteri menjadi hijau - warna latar belakang.

Mikroskop elektron akan mendeteksi keberadaan parasit dalam jaringan: spora dengan tabung polar yang khas ditemukan di dalam sel.

Perlakuan

Tidak ada pengobatan yang terbukti untuk mikrosporidiosis. Albendazole menetralkan E. intestinalis. Fumagillin juga terbukti efektif. Atovaquone dan nitazoxanide mengurangi keparahan gejala, tetapi efektivitasnya dalam memerangi penyakit belum diteliti. Pada orang yang terinfeksi HIV, manifestasi mikrosporidiosis berkurang dengan terapi antiretroviral.

Apakah mikrosporidiosis berbahaya? Mikrosporidiosis sering ditemukan di jaringan tubuh tanpa menunjukkan tanda-tanda atau menyebabkan masalah apa pun. Paling sering, infeksi menjadi berbahaya hanya dengan perkembangan defisiensi imun pada orang yang terinfeksi HIV atau pada penerima transplantasi organ. Namun, orang dengan kekebalan tubuh normal dalam banyak kasus tidak perlu khawatir.