Hal baru tentang kecanduan media sosial

Hingga saat ini, banyak penelitian telah dikhususkan untuk apa yang disebut detoksifikasi digital. Banyak pengguna media sosial telah mencoba metode ini pada diri mereka sendiri. Detoksifikasi semacam ini melibatkan penarikan sementara dari semua platform daring, situs berita, dan secara umum dari media elektronik, messenger. Pertama-tama, penting untuk meninggalkan jejaring sosial, karena di sana biasanya tidak hanya bersosialisasi, tetapi pada saat yang sama melacak berita terbaru, mempelajari informasi penting yang menarik tentang hampir semua topik.

Detoksifikasi dalam situasi ini adalah istilah kondisional, karena Internet tidak mengandung racun apa pun. Ini tentang dampak negatif spesifik dari kecanduan situs Internet.

Faktanya, ketergantungan semacam itu memang ada, dan ini adalah fakta yang dikonfirmasi secara ilmiah. Dan saat ini para ilmuwan terus aktif mempelajari masalah ini.

Apakah mungkin untuk menentukan secara independen apakah seseorang kecanduan? Untuk melakukan ini, perlu untuk melacak apakah ketidaknyamanan dirasakan dengan latar belakang ketidakmampuan untuk mengunjungi halaman Internet favorit. Namun, praktik menunjukkan bahwa pantang jangka panjang dari jejaring sosial masih mengarah pada ketidakpedulian terhadapnya.

Para ahli yang mewakili Universitas Durham melakukan percobaan kecil dengan meminta 50 mahasiswa untuk tidak mengunjungi jejaring sosial selama seminggu. Pada saat yang sama, semua peserta tetap memiliki akses ke platform daring: taruhannya adalah kejujuran dan kesabaran, meskipun para ilmuwan memantau perilaku mahasiswa. Selain itu, setiap mahasiswa menjalani tes psikologis untuk menentukan kondisi psiko-emosionalnya.

Menariknya, setelah 7 hari, para peserta tidak menunjukkan keinginan untuk mengunjungi jejaring sosial favorit mereka, meskipun tidak ada sikap acuh tak acuh sama sekali. Beberapa siswa terkadang masih melihat platform ini atau itu, tetapi waktu yang dihabiskan di sana terasa lebih singkat daripada sebelum percobaan - beberapa menit dibandingkan beberapa jam.

Para ilmuwan mencatat bahwa kecanduan jejaring sosial tidak dapat dianggap sebagai kecanduan, misalnya, alkohol atau rokok. Kembalinya peserta eksperimen ke ruang media sosial menunjukkan, pertama-tama, bahwa platform tersebut digunakan tidak hanya untuk korespondensi dan hiburan, tetapi juga untuk membangun hubungan pribadi, mencari informasi yang diperlukan, pertemuan bisnis, dan sebagainya.

Selain kemungkinan kecanduan, fenomena lain yang terkait dengan seringnya penggunaan jejaring sosial juga diketahui. Secara khusus, bisa berupa depresi, mudah tersinggung, apatis, dll. Namun, masih belum diketahui apakah depresi merupakan akibat atau penyebab mengunjungi platform daring.

Artikel selengkapnya dapat diakses di halaman PLOS ONE