Bahan bakar nabati sama berbahayanya bagi lingkungan seperti halnya bensin

Industri produksi biofuel dari residu jagung telah aktif berkembang dalam beberapa tahun terakhir, karena jenis bahan bakar ini dianggap kurang berbahaya bagi lingkungan dibandingkan bensin. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa biofuel juga menimbulkan ancaman yang tidak kalah besar terhadap lingkungan. Pertama-tama, biofuel mengurangi jumlah karbon di dalam tanah dan menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca, dibandingkan dengan bensin. Kesimpulan tersebut dibuat oleh beberapa kelompok penelitian independen.

Departemen Energi telah mendanai pengembangan produksi biofuel, khususnya dari residu jagung, yang telah dialokasikan lebih dari satu miliar dolar. Di salah satu universitas Amerika, para peneliti menganggap tidak praktis untuk memproduksi biofuel dari residu jagung setelah panen.

Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Adam Liska menggunakan komputer canggih untuk membuat model dampak pembuangan limbah tanaman dari semua ladang jagung di Amerika Serikat.

Menurut model matematika, pembuangan residu dari ladang menghasilkan emisi sekitar 60 g karbon dioksida tambahan. Seperti yang ditunjukkan statistik, sekitar 100 g/MJ karbon dioksida memasuki atmosfer setiap tahun. Angka ini 7% lebih tinggi daripada yang diamati saat menggunakan bensin.

Kelompok peneliti tersebut juga menemukan bahwa jumlah karbon dioksida tidak berubah dan tidak bergantung pada kualitas pengolahan limbah. Adam Liska menekankan bahwa pengurangan karbon di dalam tanah melambat ketika lebih sedikit sisa tanaman yang dibuang dari ladang, tetapi jumlah biofuel yang dihasilkan dalam kasus ini jauh lebih sedikit.

Para ilmuwan menyarankan bahwa untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan kehilangan karbon di dalam tanah, perlu untuk memproses hanya varietas penutup tanah, yang juga akan memberikan beberapa keuntungan bagi produsen (misalnya, kemampuan untuk memproses limbah kayu atau tanaman tahunan menjadi biofuel). Para ilmuwan juga percaya bahwa perlu untuk memperkenalkan mobil baru dengan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah. Adam Liska juga mencatat bahwa selama penelitian, para ilmuwan tidak dapat menemukan kekurangan dan membantah penelitian yang mereka lakukan. Kepala kelompok penelitian juga menekankan bahwa kesimpulan serupa dibuat oleh beberapa kelompok ilmuwan lainnya.

Kesimpulan yang dibuat oleh para ahli akan dikonfirmasi oleh para petani, yang telah berulang kali mengatakan bahwa pengawetan limbah tanaman di ladang sangatlah penting, karena hal itu merupakan semacam perlindungan dari kerusakan dan menjaga kualitas tanah. Akan tetapi, para ilmuwan belum dapat menentukan jumlah pasti karbon yang hilang dari tanah setelah membuang limbah dari ladang, atau mengungkap dampak proses ini terhadap kadar karbon dioksida di atmosfer.

Adam Liska dan timnya menggunakan data terbaru tentang perubahan karbon tanah dari tahun 2001 hingga 2010 untuk memvalidasi model mereka. Mereka juga menggunakan data dari 36 penelitian dari Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Utara.

[ 1 ]