Menargetkan mikrobioma usus: pendekatan baru untuk manajemen diabetes

Sebuah studi terkini yang diterbitkan dalam jurnal Nutrients meneliti peran penting mikrobiota usus dalam patogenesis dan pengelolaan diabetes melitus (DM).

Peran Mikrobioma Usus dalam Diabetes

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa diabetes melitus tipe 2 (T2DM) dapat dikaitkan dengan perubahan tertentu dalam komposisi mikrobiota usus. Secara khusus, pasien dengan T2DM ditemukan memiliki kadar bakteri Firmicutes dan Clostridia yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Korelasi positif juga ditemukan antara rasio Bacteroides-Prevotella dengan C. coccoides-E. rectale dan rasio Bacteroidetes dengan Firmicutes dan konsentrasi glukosa plasma. Pasien T2DM memiliki lebih banyak Betaproteobacteria, yang berkorelasi positif dengan penurunan toleransi glukosa.

Sebuah studi asosiasi metagenom (MGWAS) di Tiongkok melaporkan disbiosis mikroba pada pasien dengan T2DM. Patogen tertentu seperti Clostridium hathewayi, Bacteroides caccae, Eggerthella lenta, Clostridium ramosum, Clostridium symbiosum, dan Escherichia coli ditemukan di usus pasien tersebut.

Terdapat pula penurunan signifikan pada bakteri penghasil butirat seperti Faecalibacterium prausnitzii, Clostridiales sp. SS3/4, E. rectale, Roseburia inulinivorans, dan Roseburia intestinalis. Mikrobioma usus pasien diabetes tipe 2 juga memiliki lebih banyak spesies yang merusak lendir dan mengurangi sulfat.

Sebuah penelitian pada wanita Eropa dengan T2DM mengonfirmasi penurunan kadar Faecalibacterium prausnitzii dan Roseburia intestinalis. Penurunan lima spesies Clostridium dan peningkatan empat spesies Lactobacillus juga ditemukan.

Korelasi antara Clostridium dan hemoglobin glikosilasi (HbA1c), peptida C, trigliserida plasma, dan insulin bersifat negatif, sedangkan HbA1c berkorelasi positif dengan kadar Lactobacillus. Data ini menunjukkan adanya hubungan spesies mikroba ini dengan perkembangan T2DM.

Disbiosis memengaruhi patogenesis T2DM melalui berbagai mekanisme molekuler. Misalnya, mikrobiota usus dapat memengaruhi metabolisme lipid dan glukosa, yang pada gilirannya memengaruhi perkembangan T2DM. Efek ini dapat dimediasi oleh regulator penting seperti asam empedu, asam amino rantai cabang (BCAA), asam lemak rantai pendek (SCFA), dan lipopolisakarida bakteri (LPS).

Mikrobiota usus sebagai target terapi untuk pengobatan diabetes

Probiotik meningkatkan kontrol glikemik dan sensitivitas insulin, terutama di kalangan penderita diabetes dan mereka yang berisiko diabetes.

Beberapa galur bakteri, seperti Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum, memberikan efek positif pada berbagai proses metabolisme. Salah satu mekanisme kerja utama adalah interaksi SCFA dengan reseptor yang digabungkan dengan protein G, yang meningkatkan sensitivitas insulin. Strategi terapi yang ditujukan untuk mengaktifkan sirtuin 1 (SIRT1) juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol glikemik pada penderita diabetes.

Fetuin-A, protein yang diproduksi oleh hati, dapat menghambat sinyal insulin, dan kadar yang tinggi dikaitkan dengan resistensi insulin dan peningkatan peradangan. Sebuah uji coba terkontrol acak menemukan bahwa suplementasi dengan Lactobacillus casei selama delapan minggu mengurangi kadar fetuin-A, meningkatkan SIRT1, dan memperbaiki resistensi insulin serta kadar insulin dan glukosa pasca makan. L. casei juga memiliki sifat anti-inflamasi, sebagaimana dibuktikan oleh penurunan kadar penanda inflamasi seperti protein C-reaktif (CRP) dan faktor nekrosis tumor α (TNF-α) setelah suplementasi L. casei.

Sinbiotik, kombinasi probiotik dan prebiotik, juga menawarkan pendekatan yang menjanjikan untuk mengobati diabetes. Sebuah studi pada penderita diabetes yang menjalani hemodialisis menemukan bahwa suplemen sinbiotik secara signifikan mengurangi konsentrasi insulin, kadar glukosa puasa, dan resistensi insulin sekaligus meningkatkan sensitivitas insulin.

Transplantasi mikroba feses (FMT), yang melibatkan transplantasi bakteri feses dari individu yang sehat ke individu lain, telah dipelajari untuk pengobatan T2DM. Satu penelitian menemukan bahwa FMT, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan metformin, menghasilkan perbaikan signifikan dalam ukuran klinis utama pada pasien dengan T2DM, termasuk penurunan indeks massa tubuh (IMT), kadar glukosa sebelum dan sesudah makan, dan konsentrasi HbA1c.

Pola makan dan olahraga juga dapat memengaruhi komposisi mikrobiota usus secara signifikan. Pola makan yang kaya serat dan biji-bijian utuh mendukung lingkungan mikroba yang baik dan beragam, yang menghasilkan produksi SCFA, yang dapat mengurangi peradangan dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Olahraga teratur juga memiliki efek positif pada mikrobiota usus, membantu mengatur kadar glukosa darah dengan lebih baik. Model tikus telah menunjukkan bahwa olahraga memicu produksi SCFA dan memulihkan kesehatan usus.

Hasil kajian menunjukkan bahwa mekanisme disbiosis mikrobiota dapat menjadi faktor potensial dalam patogenesis T2DM, yang merupakan pilihan pengobatan baru yang menargetkan mikrobiota. Untuk mengembangkan intervensi medis yang lebih personal, diperlukan lebih banyak penelitian untuk lebih memahami peran gangguan mikrobiota usus dalam patogenesis dan perkembangan T2DM.