Manusia kebal terhadap CRISPR

Mungkin, sebagian besar pembaca mengetahui keberadaan editor genom CRISPR, yang telah lama menjadi bahan diskusi ilmiah dan berbagai penemuan telah dilakukan. Namun, seperti yang dipastikan oleh para ahli dari Universitas Stanford, beberapa orang mampu memiliki kekebalan terhadap masuknya DNA, dan ini membuat penggunaan teknologi ini menjadi tidak praktis.

Para ilmuwan dari Universitas Stanford telah membuat penemuan yang tak terduga selama penelitian mereka: sebagian besar manusia memiliki perlindungan kekebalan terhadap metode penyuntingan genetik CRISPR.
Para ahli menganalisis darah lebih dari dua puluh bayi baru lahir dan dua belas relawan setengah baya. Analisis tersebut memperhitungkan kandungan antibodi jenis protein Cas9 - jenis yang digunakan untuk merevisi dan memotong heliks DNA. Para ahli melihat bahwa lebih dari 65% subjek memiliki sel T yang menciptakan perlindungan terhadap pengaruh Cas9.

Apa yang ditemukan para spesialis menunjukkan bahwa perawatan genetik yang terkait dengan penghapusan mutasi tidak akan menghasilkan hasil yang berhasil dan tidak dapat digunakan dalam kaitannya dengan manusia. Proses perlindungan akan menghalangi kemungkinan penggunaan metode CRISPR, yang seharusnya membantu menyembuhkan penyakit serius. "Selain itu, kekebalan dapat memicu perkembangan keracunan yang signifikan pada tubuh manusia," kata Dr. Matthew Porteus.

Intinya adalah bahwa jenis protein Cas9 yang lebih populer, yang secara aktif digunakan dalam penelitian terkait CRISPR, diperoleh dari sepasang mikroorganisme - Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Ini adalah bakteri yang secara sistematis masuk ke dalam tubuh manusia, sehingga sistem kekebalan tubuh manusia "mengenalinya lewat penglihatan."

Namun, ada solusi untuk masalah ini. Kemungkinan besar para ilmuwan akan mulai mengembangkan teknologi canggih tambahan yang akan menggunakan mikroba yang tidak ada dalam daftar "tamu tetap" dalam tubuh manusia. Misalnya, mikroorganisme yang hidup di kedalaman ventilasi hidrotermal dapat digunakan. Sebagai alternatif, teknik penyuntingan genetik in vitro pada struktur seluler mungkin berhasil.

Para ilmuwan baru-baru ini menggunakan "pisau genetik" - teknologi CRISPR. Tugas para spesialis adalah menyembuhkan pasien dari sindrom Hunter - patologi genetik yang kompleks, meskipun langka. Orang yang sakit disuntik dengan beberapa miliar gen korektif yang disalin, dikombinasikan dengan "perangkat" khusus yang memotong heliks DNA. Eksperimen lebih lanjut direncanakan, di mana lebih banyak pasien akan berpartisipasi - mungkin, mereka yang menderita penyakit serius lainnya. Misalnya, mereka bisa menjadi pasien dengan fenilketonuria atau penyakit seperti hemofilia B.
Kemajuan dan hasil penelitian dipublikasikan di bioRxiv, serta di MIT Technology Review.

[ 1 ], [ 2 ]