Para ilmuwan telah menemukan korelasi antara perubahan iklim dan frekuensi perang saudara

Dengan menggunakan analisis statistik, para ilmuwan Amerika telah menetapkan hubungan antara siklus El Niño dan frekuensi perang saudara "di banyak negara tropis," tulis The Independent, mengutip sebuah publikasi di Nature. Menurut penulis studi tersebut, mereka "telah menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa stabilitas masyarakat modern sangat bergantung pada iklim global." Ini berarti bahwa "dunia mungkin akan menghadapi masa yang lebih bergejolak."

El Niño adalah peningkatan suhu air secara berkala di garis lintang tropis di Samudra Pasifik bagian timur yang setiap 3-7 tahun menyebabkan pemanasan dan kekeringan di Afrika, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara dan Selatan. Fase sebaliknya, yang ditandai dengan pendinginan dan peningkatan curah hujan di wilayah ini, disebut La Niña. Bersama-sama, keduanya membentuk apa yang disebut Osilasi Selatan.

Para ahli dari Universitas Columbia (New York) membandingkan data statistik tentang fenomena ini dengan sejarah bentrokan yang terjadi di daerah tropis dari tahun 1950 hingga 2004. Sampelnya mencakup 175 negara dan 234 konflik. Ternyata selama periode La Niña, kemungkinan perang saudara di sini sekitar 3%, dan selama El Niño - sudah 6%. Di negara-negara yang tidak terkena Osilasi Selatan, angka ini stabil di sekitar 2%. Seperti yang ditegaskan oleh penulis publikasi, tidak benar untuk percaya bahwa perang dimulai karena cuaca saja. Namun, mereka percaya bahwa faktor iklim dapat memainkan peran dalam 21% perang saudara yang telah terjadi selama setengah abad terakhir di seluruh dunia. Mekanisme korelasinya masih belum jelas.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ], [ 4 ], [ 5 ], [ 6 ], [ 7 ]