Suntikan botox dapat membantu menghilangkan migrain

Migrain merupakan penyakit misterius dan tidak dapat diprediksi, serangan sakit kepala akut dapat menyerang di mana saja dan muncul tiba-tiba. Selain itu, tidak seperti sakit kepala biasa, migrain yang menyakitkan mungkin tidak datang sendiri, tetapi disertai dengan muntah dan kepekaan akut terhadap cahaya.

Sayangnya, dokter masih belum mengetahui secara pasti penyebab serangan ini dan seringkali rasa nyeri seperti robek tidak dapat diredakan dengan obat apa pun.

Menurut statistik, migrain lebih umum terjadi pada wanita daripada pria. Sekitar 20% populasi dunia menderita penyakit ini.

Warga Amerika Ilana Fox memutuskan untuk menceritakan kisah perjuangan panjangnya melawan migrain.

Menurut wanita itu, selama sepuluh tahun terakhir, migrain mengganggunya setiap beberapa bulan, tetapi beberapa waktu lalu serangan menyakitkan itu meningkat menjadi dua kali seminggu.

"Seluruh kepala saya seperti dijepit, saya hampir tidak bisa bergerak, ketika saya mencoba bangun dari tempat tidur, saya mulai merasa mual. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan kembali berbaring dan menyingkirkan semua sumber cahaya serta menangis dalam diam karena putus asa," kata Ilana.

Rasa sakitnya begitu tajam, hingga suara asing sekecil apa pun dapat membuatnya semakin parah.

Terapis gadis itu meresepkan obat pereda nyeri dan menyuruhnya meminumnya meskipun obat itu tidak membantu. Dan obat itu tidak membantu. Kehidupan Ilana yang ceria dan penuh energi berubah menjadi sakit kepala yang tak kunjung berakhir. Dia berhenti bertemu dengan teman-temannya dan mengurangi kegiatannya di luar rumah seminimal mungkin, karena takut migrain akan menyerangnya secara tiba-tiba.

"Di apotek, mereka melihat saya seperti saya pecandu narkoba, yang tidak aneh, karena saya datang ke sana setiap hari dan meraup berbagai macam obat dalam upaya menghilangkan rasa sakit," kenang gadis itu. "Dan suatu saat ada saat ketika pikiran gila tentang bunuh diri terlintas di kepala saya. Ya, saya sudah kehabisan tenaga, kekuatan saya hampir habis, dan saya siap melakukan apa saja untuk meredam denyutan di kepala saya."

Ketika Ilana mengunjungi dokternya lagi, dia mengakui kekalahan dalam melawan migrain dan merujuk gadis itu ke ahli saraf.

"Saya datang menemui Dr. Guy Leschziner untuk melakukan berbagai eksperimen pada kepala saya. Saya, yang sebelumnya menolak minum obat karena prinsip, sangat kelelahan. Ia mengamati saya dan meresepkan berbagai perawatan. Ada perbaikan, tetapi ia tidak dapat menghilangkan migrain. Jika beberapa pil membantu, efek sampingnya membuat semuanya sia-sia. Sakit kepala yang telah mereda diimbangi oleh rasa mual, sakit perut, atau perasaan merinding di kulit saya. Setelah berbagai eksperimen dengan obat-obatan, saya memutuskan untuk melakukan penyelamatan terakhir - blokade terapeutik," kata gadis itu.

Efek positif suntikan Botox didasarkan pada fakta bahwa suntikan itu melumpuhkan otot-otot di dahi dan leher pasien, yang mencegah timbulnya migrain.

Suntikan diberikan ke otot dahi dan leher; prosedur ini dapat diulang tidak lebih dari sekali setiap enam bulan.

"Setelah pulang dari rumah sakit, kepala saya terasa aneh dan masih sakit. Saya sangat kecewa hingga menangis berjam-jam. Namun, rasa sakit itu perlahan mulai hilang dan segera hilang selamanya. Lima minggu kemudian, migrain itu kembali, tetapi begitu saya minum obat pereda nyeri biasa, rasa sakit itu langsung hilang. Saya takjub. Saya merasakan kembali nikmatnya hidup, saya menikmati siang hari lagi dan tidak lagi takut tidak bisa pulang jika rasa sakit itu tiba-tiba kembali. Mungkin suntikan Botox berbahaya, tetapi entah bagaimana saya akan bertahan hidup, tetapi migrain yang terus-menerus tidak mungkin terjadi," kata Ilana.

Menurut Dr. Leschziner, suntikan semacam itu seharusnya menjadi pengobatan yang dapat diakses oleh siapa pun yang tidak mendapat manfaat dari pengobatan konvensional.

[ 1 ], [ 2 ]