Tahun lalu 2016 diakui sebagai musim terpanas dari semua musim

Para ahli meteorologi menganalisis suhu dan indikator atmosfer yang tercatat pada tahun lalu dan sampai pada kesimpulan bahwa tahun 2016 memecahkan semua rekor sebelumnya untuk suhu tahunan rata-rata.

Tahun lalu memecahkan rekor suhu sekitar selama dua belas bulan: tahun ini secara resmi diakui sebagai yang terhangat dalam seluruh periode pengamatan cuaca historis. Pada tahun 2016, suhu rata-rata di permukaan bumi melampaui nilai rata-rata yang tercatat pada abad terakhir hampir satu derajat. Pada saat yang sama, suhu rekor telah tercatat di berbagai bagian planet ini selama tiga tahun berturut-turut. Hal ini ditunjukkan oleh bukti dari laporan rutin dari badan antariksa bersama dengan Badan Penelitian Alam dan Oseanografi Nasional.

"Suhu yang tercatat di permukaan planet kita selama setahun terakhir adalah yang tertinggi sejak pencatatan meteorologi pertama dibuat - dan itu terjadi pada tahun 1880," komentar NASA mengenai situasi tersebut.

Para ahli meteorologi menemukan bahwa suhu mencapai rekor selama delapan bulan tahun lalu.

Dengan demikian, indikator suhu rata-rata ternyata 0,99°C lebih tinggi daripada indikator rata-rata serupa pada pertengahan abad lalu.

Secara keseluruhan, sejak akhir abad kesembilan belas, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat sebesar 1,1°C.

Dengan demikian, tahun 2016 tidak mematahkan tren tiga tahun terakhir, menjadi tahun terhangat dalam sejarah pengamatan meteorologi.

Kepala Institut Goddard untuk Studi Luar Angkasa di badan antariksa, G. Schmidt, mengomentari situasi terkini: "Menurut pengamatan kami, pemanasan telah meningkat selama tiga tahun berturut-turut. Tentu saja, kami tidak akan mengklaim bahwa kecenderungan seperti itu akan terjadi terus-menerus dan setiap tahun, tetapi itu juga tidak dapat disangkal - lagipula, faktanya tetaplah fakta."

Kekuatan pendorong utama yang menyebabkan rekor suhu adalah peningkatan jumlah karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang dipancarkan. Meskipun, jika kita memperhitungkan dua tahun terakhir, situasi di sini telah diperumit oleh ketidakseimbangan rezim suhu permukaan air di zona ekuator Samudra Pasifik - ini adalah anomali alami, dengan nama lain yang lebih umum "El Niño".

Seorang ahli meteorologi mengomentari fenomena ini sebagai berikut: “Pemanasan selama satu tahun dapat dianggap sebagai suatu kecelakaan, tetapi beberapa tahun berturut-turut – tiga tahun saat ini – merupakan tren yang jelas.”

Pemanasan terutama terlihat jelas di Kutub Utara. Hal ini meliputi pencairan massal daerah permafrost dan pengurangan cepat volume lapisan es. Perubahan tersebut menyebabkan erosi pantai yang meningkat secara bertahap, yang telah berdampak negatif pada karakteristik kehidupan masyarakat yang tinggal di kondisi Kutub Utara.

Konsekuensi lain dari pemanasan global termasuk kekeringan yang menyengat dan penurunan tajam hasil panen di wilayah Afrika dan Asia Selatan, serta naiknya permukaan air laut.