WHO: TB resisten disebabkan oleh ketidakmampuan dokter

Penyebaran tuberkulosis yang resistan obat di India telah difasilitasi oleh perilaku tidak profesional para dokter, kata Mario Raviglione, kepala program anti-tuberkulosis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut Raviglione, pertama dan terutama, kita berbicara tentang kesalahan pekerja medis dalam praktik swasta. Dari 50 hingga 70% orang India yang menderita batuk beralih ke profesional tersebut. "Masalahnya adalah banyak praktisi swasta tidak kompeten," perwakilan WHO percaya.

Ia mencatat bahwa para dokter ini tidak mematuhi rejimen pengobatan tuberkulosis yang direkomendasikan oleh organisasi internasional, ketika seorang pasien mengonsumsi empat obat berbeda selama enam bulan. Pasien diberi resep lebih sedikit obat farmasi, yang menyebabkan terbentuknya resistensi obat pada patogen. Sebaliknya, terapi yang berlebihan meningkatkan efek toksik pada tubuh dan menyebabkan biaya pengobatan yang tidak dapat dibenarkan.

Sebuah survei acak terhadap sekitar seratus praktisi swasta di Mumbai menemukan bahwa para dokter ini meresepkan 80 jenis obat anti-TB yang berbeda kepada pasien.

Sarman Singh, seorang ahli mikrobiologi di All India Institute of Medical Sciences, melaporkan bahwa rumah sakit swasta mulai merawat pasien tuberkulosis tanpa menerima verifikasi laboratorium atas diagnosis tersebut. Raviglione juga mencatat bahwa praktik swasta sering kali menggunakan sistem uji diagnostik yang belum menerima persetujuan WHO. Persentase kesalahan diagnostik dalam penggunaannya mencapai 50%.

Seperti disebutkan sebelumnya, pada awal tahun 2012, tercatat 12 kasus tuberkulosis yang resistan terhadap semua obat medis untuk infeksi ini di Rumah Sakit Hinduja di Mumbai. Sampel pertama Mycobacterium tuberculosis yang resistan terhadap kombinasi obat-obatan yang diketahui diisolasi dari biomaterial orang India yang sakit pada bulan Oktober 2011.