Para peneliti telah mengungkap kode kesuburan pria

Setiap sel mengandung serangkaian instruksi dalam DNA-nya yang menentukan gen mana yang akan diekspresikan dan mana yang akan dibungkam. Pemrograman yang tepat dari apa yang disebut program epigenetik, termasuk metilasi DNA, sangat penting untuk pembuahan dan perkembangan.

Sebuah tim peneliti dari Universitas Münster telah mengidentifikasi untuk pertama kalinya program metilasi DNA yang mendasari proses produksi sperma (spermatogenesis) pada manusia. Mereka menemukan bahwa selama spermatogenesis, seluruh genom diprogram ulang. Selain itu, ketika mereka menganalisis sel-sel dari pria yang tidak subur, mereka menemukan bahwa beberapa daerah genom diprogram secara tidak benar, yang mengungkap kemungkinan penyebab baru ketidaksuburan pria.

Kode tersebut telah dipecahkan, setidaknya kode yang mengarah pada produksi sperma pada manusia. Agar proses ini berhasil, gen yang terlibat memerlukan "instruksi." Dengan kata lain, agar garis keturunan dapat menghasilkan sperma melalui proses spermatogenesis, templat kimia tertentu perlu dipasang dalam DNA.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Sandra Laurentino dan Profesor Nina Neuhaus dari Pusat Kedokteran Reproduksi dan Andrologi (CeRA) di Fakultas Kedokteran Universitas Münster kini telah menemukan petunjuk khusus di balik hal ini. Lebih dari itu, para peneliti Münster juga telah mengidentifikasi kemungkinan penyebab baru infertilitas pria berdasarkan regulasi genom yang salah. Temuan ini dipublikasikan dalam American Journal of Human Genetics.

Penelitian translasi yang dipimpin oleh ahli biokimia Laurentino dan ahli biologi Neuhaus, difokuskan pada metilasi DNA, yaitu jenis modifikasi kimia dalam DNA yang mengatur gen. Ini membentuk semacam program komputer di mana gen dalam sel yang berbeda "dihidupkan dan dimatikan" untuk memastikan spermatogenesis berlangsung.

Testis, tempat terjadinya produksi sperma, adalah jaringan yang sangat kompleks, jelas Dr. Laurentino. Itulah sebabnya "petunjuk" untuk spermatogenesis masih belum diketahui hingga saat ini.

Tim peneliti mencapai terobosan tersebut bersama rekan-rekan dari Institut Max Planck untuk Biomedik Molekuler di Münster, sekarang di Imperial College London, ketika mereka menemukan cara untuk memisahkan sel-sel penghasil sperma dari jaringan testis lainnya.

Dengan menggunakan teknik pengurutan yang canggih, tim tersebut dapat menguraikan kode kesuburan - sebuah tonggak sejarah dalam epigenetika, disiplin ilmu yang menangani kemungkinan modifikasi yang dapat diwariskan yang mengatur aktivitas gen.

Temuan mengejutkan dan menarik dari penelitian ini adalah penemuan tim bahwa kode tersebut tidak berfungsi dengan benar pada pria yang menderita produksi sperma yang sangat rendah, yang secara teknis disebut kriptozoospermia. Hal ini mengungkap penyebab infertilitas pria yang sebelumnya tidak diketahui dan menyarankan pendekatan terapeutik baru yang memerlukan penelitian lebih lanjut.