Siapa yang lebih sering tertular: manusia dari hewan, atau hewan dari manusia?

Mengenai peredaran virus antara hewan dan manusia. Banyak infeksi yang ditularkan ke manusia dari hewan. Sebagai contoh, kita dapat mengambil contoh infeksi virus corona SARS-CoV2 - agen penyebab COVID-19 yang terkenal, atau virus demam Ebola yang mematikan. Di alam, virus ini hidup di tubuh kelelawar. Patogen dapat ditularkan dari hewan ke manusia, dan sebaliknya, atau beradaptasi dengan organisme baru dan "menetap" di dalamnya.

Jika kita berbicara tentang virus yang berkembang biak dan berubah dengan cepat, maka perubahan "tempat tinggal" mereka dapat ditentukan oleh informasi keturunan dalam RNA atau DNA. Metode ini cocok jika ada genom virus yang dibaca secara menyeluruh dan data tentang lokasi virus sebelumnya, informasi tentang strain "relatif", variasi, dll. Semua ini diperlukan untuk menentukan tingkat perubahan infeksi.

Namun, jika patogen dapat ditularkan dari kelelawar atau hewan lain ke manusia, apakah proses yang sama terjadi pada arah yang berlawanan? Banyak yang ingat bagaimana virus corona yang sama terdeteksi secara berkala pada hewan peliharaan yang pemiliknya sakit COVID-19. Para ilmuwan menjelaskan: virus, dalam proses transisinya dari satu organisme ke organisme lain, tidak selalu mengalami perubahan genetik - setidaknya pada awalnya. Dan tidak masalah apakah patogen tersebut memiliki mutasi. Poin utamanya adalah kemampuannya untuk menetap dan beradaptasi dengan struktur baru.

Baru-baru ini, para peneliti menganalisis seberapa sering virus ditularkan dari manusia ke hewan dan sebaliknya. Jutaan urutan virus yang terkumpul dalam berbagai basis data informasi diteliti. Hasilnya, ternyata hewan lebih sering terinfeksi dari manusia daripada manusia dari hewan (rasionya 64:36). Di antara infeksi virus, virus korona dan patogen influenza A paling sering ditularkan. Akan tetapi, meskipun infeksi ini dihapus dari daftar, skalanya masih condong ke arah infeksi hewan dari manusia.

Sebagaimana dijelaskan para ahli, peredaran virus antara hewan dan manusia mengaktifkan perubahan evolusioner patogen. Pada saat yang sama, infeksi, yang mampu hidup dengan kemungkinan yang sama pada satu atau beberapa organisme, tidak banyak mengalami perubahan. Rupanya, ia sudah memiliki tingkat adaptasi yang baik, yang terbentuk sebelumnya.

Penting untuk dipahami bahwa penularan infeksi secara timbal balik dapat menyebabkan penularan laten dan masalah lainnya. Sulit untuk memantau proses tersebut, tetapi perlu dilakukan. Itulah sebabnya kerja sama para spesialis dari berbagai profil sangat penting, termasuk ahli biologi, ahli zoologi, ahli virologi penyakit menular, dokter hewan, dan ahli ekologi.

Versi lengkap artikel ini tersedia di halaman jurnal Nature Ecology & Evolution