Intensitas aktivitas seksual

Intensitas kehidupan seksual merupakan indikator penting, tetapi bukan yang utama, dan hanya secara tidak langsung mencirikan apa yang disebut kehidupan seksual normal.

Konsep norma dalam seksologi merupakan salah satu isu yang kurang berkembang. Selama ini, norma ini diidentikkan dengan data digital tertentu tentang jumlah tindakan seksual dalam kurun waktu tertentu dan durasi hubungan seksual, yang menyebabkan berbagai kesalahan dan menimbulkan banyak iatrogenik.

• “Norma” intensitas kehidupan seksual

Dari zaman kuno hingga saat ini, banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan beberapa standar rata-rata untuk intensitas aktivitas seksual. Misalnya, Zoroaster (Persia) menetapkan hubungan seksual setiap 9 hari sekali. Solomon dan Mohammed menetapkan standar 3-4 hubungan seksual per bulan untuk wanita yang sudah menikah, kecuali mereka memiliki alasan khusus untuk sementara waktu menjauhkan diri dari aktivitas seksual. Standar-standar ini, tergantung pada profesinya, ditentukan secara lebih rinci dalam Talmud. Menurut kitab suci ini, orang muda tanpa pekerjaan khusus diizinkan untuk berhubungan seks setiap hari, pengrajin dan pekerja - 2 kali seminggu, ilmuwan - 1 kali per minggu, pemandu karavan - 1 kali per bulan, pelaut - 2 kali per tahun. Standar rata-rata menurut Musa (Alkitab) adalah 10 kali hubungan seksual per bulan. Kita menemukan standar yang hampir sama dalam agama Lutheran. Martin Luther menganggap 2 kali hubungan seksual per minggu sebagai norma.

Kata "jarang" dan "sering" bersifat relatif dan bergantung pada interpretasi masing-masing pasien. Jadi, untuk pertanyaan yang sama: "Seberapa sering Anda berhubungan seksual?" - seorang pasien mungkin menjawab: "Sangat sering! Hampir setiap sepuluh hari", dan yang lain: "Tidak sering. Ada hari-hari ketika tidak lebih dari sekali". Seperti yang dapat dilihat, intensitas kehidupan seksual dan sikap wanita terhadapnya dapat sangat bervariasi secara individual.

Dengan demikian, dalam buku "Psychotherapy" karya D. Miiller-Hegemann disebutkan bahwa, menurut Schulz-Hencke, kemampuan orgasme pada pria berfluktuasi dari 1 kali senggama per bulan menjadi 3 kali sehari, dan pada wanita - dari 1 kali senggama dalam 2-3 bulan menjadi 1 kali per malam. Data D. Miiller-Hegemann tidak diragukan lagi berkurang secara signifikan. Pada pria dan wanita, dalam beberapa kasus, kemampuan ini jauh lebih tinggi. Dengan demikian, GS Vasilchenko menunjukkan bahwa jumlah maksimum orgasme pada pria adalah 6,8 ±0,52 per hari.

Mari kita kutip kelebihan laki-laki maksimum yang dijelaskan dalam literatur ilmiah dan fiksi.

Dalam monograf karya V. Andreev, disebutkan seorang bangsawan Moor yang memiliki kebiasaan berhubungan seksual dengan 40 istri haremnya selama tiga hari.

Julius Caesar memiliki gairah seksual yang sangat kuat. Ia hidup dengan banyak wanita pada saat yang sama. Para gundiknya adalah banyak istri senator Romawi, ratu (ratu Mesir Cleopatra dan Eunoia Moor). Ia memiliki seorang putra dari Cleopatra, dan gundiknya yang sudah lama, Servilia, ibu Brutus, mempertemukan Caesar dengan putrinya Julia III. Tribun rakyat Helvius Cinna bahkan menulis dan menyiapkan undang-undang yang mengizinkan Caesar untuk melakukan hubungan seksual tanpa hambatan dengan semua wanita Roma, yang konon untuk menambah jumlah keturunan Caesar yang agung. Para penentang Caesar menganggapnya sebagai, selain pergaulan bebas heteroseksual tersebut, penggunaan hubungan seksual sesama jenis yang pasif secara luas. Dengan demikian, ungkapan senator Romawi Curio the Elder tercatat dalam sejarah, yang mengatakan dalam pidatonya bahwa Julius Caesar "Omnium virorum mulierum est et omnium mulierum vir".

Pemilih Sachsen dan Raja Polandia Augustus II adalah suami dari 700 istri dan ayah dari 354 anak. Augustus II dijuluki Si Kuat karena ia suka bercanda memecahkan tapal kuda, meratakan cangkir dan piring di tangannya, dan menggulung thaler Prusia yang kuat dengan jari-jarinya seperti kertas. Ia mengaku telah mengunjungi hingga lima gundik dalam semalam.

Dalam mitologi Yunani, diketahui bahwa Hercules melakukan perbuatan ketiga belas, yang atas perintah raja Mycenaean Eurastheus, menghamili 40 perawan dalam satu malam. Menurut sumber lain, Hercules melakukan perbuatan ini saat usianya belum 20 tahun, atas permintaan Raja Thespius, yang membuatnya terpikat dengan kemurnian dan kecerdasannya yang cemerlang. Thespius benar-benar memohon kepada Hercules untuk memberikan pewaris kepada 50 putrinya. Hercules setuju, dan setelah 9 bulan para putri melahirkan 51 bayi (satu melahirkan anak kembar). Namun, sejarawan Hongaria Lajos Mesterhazy meragukan bahwa semua ini terjadi dalam satu malam, menjelaskan detail ini dengan "kultus Hercules".

GS Vasilchenko mengamati seorang pematung berusia empat puluh dua tahun yang harus mengalami sedikitnya 6-7 ejakulasi per hari selama bertahun-tahun. Tanpa ini, ia tidak dapat bekerja secara kreatif. GS Vasilchenko mengutip sebuah kutipan dari "Kinsey Report", yang menyatakan bahwa seorang pengacara mengalami rata-rata lebih dari 30 ejakulasi per minggu selama 30 tahun.

Dalam praktik kami, kami telah berulang kali menemui wanita yang melakukan hubungan seksual hingga 8-10 kali per hari, 80-100 kali senggama per bulan.

Havelock Ellis melaporkan tentang seorang gadis desa yang berhubungan seks dengan 25 anak laki-laki dan pria secara berturut-turut tanpa ada bahaya bagi jiwanya. Tentu saja, ekses seksual terbesar adalah nasib pelacur profesional. Jadi, Lawson menulis tentang seorang wanita dari Kepulauan Marquesas yang melayani 103 pria dalam satu malam.

Perlu dicatat bahwa beberapa wanita, setelah mengalami satu orgasme, dapat segera mengalami orgasme kedua, lalu ketiga, dst. Di antara pasien kami, ada wanita yang mampu mengalami hingga 10 atau lebih orgasme dalam satu hubungan seksual (rangkaian orgasme atau multiorgasme, superpotensi). Mari kita berikan beberapa contoh eksklusif.

L. Ya. Yakobzon dan IM Porudominsky menganggap 1 kali hubungan seksual setiap 3-4 hari sebagai norma, NV Ivanov menganggap 2-3 kali hubungan seksual per minggu sebagai "norma medis relatif" untuk orang berusia 34-35 tahun, dan SA Selitsky menganggap 2-3 kali hubungan seksual per minggu sebagai "norma maksimum".

V. Hammond mengusulkan standar yang jauh lebih ketat. Ia menganggap hubungan seksual setiap hari sebagai sesuatu yang berlebihan bahkan bagi pria yang paling kuat dan paling sehat sekalipun. Menurutnya, hubungan seksual dua kali seminggu juga akan menjadi sesuatu yang berlebihan dan akan menyebabkan hilangnya kemampuan seksual sebelum waktunya pada kebanyakan orang. Jelas, pendapat Hammond yang tidak realistis seperti itu dapat dianggap sebagai ekspresi moralitas Victoria, yang dominan di Inggris pada saat itu. Menurut Hammond, seorang pria tidak boleh memulai aktivitas seksual lebih awal dari usia 21 tahun. Untuk usia 21-25 tahun, ia menetapkan norma - 1 kali hubungan seksual setiap 10-12 hari, dan untuk usia 25-40 tahun - 1 kali per minggu. D. Miiller-Hegemann mengutip data yang sangat menarik dari Davis, yang melakukan kuesioner di antara 1000 wanita dengan pendidikan tinggi: 2% wanita yang disurvei melakukan 1-2 kali hubungan seksual per malam, 1 kali per malam - 8%, 2 kali hubungan seksual per minggu - 33%. 1 kali senggama per minggu - 45% dan 1 kali senggama per bulan - 12%.

Saat ini, GS Vasilchenko dengan tepat menunjukkan bahwa rentang intensitas kehidupan seksual yang signifikan adalah norma, karena intensitas itu sendiri bergantung pada banyak penyebab biologis, psikologis, dan sosial. Sehubungan dengan penolakan dalam seksopatologi modern tentang impotensi tulang belakang fungsional, yang konon muncul sebagai akibat dari kelelahan pusat saraf sumsum tulang belakang, konsep kelebihan telah menyempit dan memperoleh makna yang berbeda.

Hal yang sama juga berlaku untuk pandangan modern tentang masturbasi. Tanpa menyangkal beberapa konsekuensi psikologis yang tidak menguntungkan dari masturbasi, berupa isolasi pelaku masturbasi dari kontak sosial (autisasi), tenggelam dalam analisis diri, terutama pada orang muda yang cenderung memiliki ciri kepribadian psikastenik, curiga dan cemas, harus dikatakan dengan tegas bahwa masturbasi tidak menyebabkan fenomena yang menyakitkan dan biasanya berhenti dengan dimulainya aktivitas seksual yang teratur.

Dalam literatur seksologi lama, bahaya yang disebabkan oleh masturbasi disamakan dengan konsekuensi wabah dan epidemi lainnya. Epilepsi, skizofrenia, dan neurasthenia disebutkan sebagai penyakit yang berhubungan langsung dengan masturbasi. Pendapat tentang hubungan kausal antara masturbasi pria dan impotensi tulang belakang, dan masturbasi wanita dengan frigiditas, nimfomania, dan penyakit pada alat kelamin luar, telah lama dianut.

Tissot percaya bahwa masturbasi lebih umum terjadi pada wanita daripada pada pria. Rohleder bahkan berasumsi bahwa dari 100 wanita, 95 orang pernah melakukan masturbasi, sementara Delaide percaya bahwa masturbasi sama-sama umum terjadi pada wanita dan pria. II Mechnikov dalam "Studien uber die Nates des Menschen" mengatakan bahwa anak perempuan melakukan masturbasi jauh lebih sedikit daripada anak laki-laki, yang menjelaskan hal ini dengan munculnya seksualitas mereka di kemudian hari. M. Margulis mengutip Gutzeit: "Hampir setiap gadis berusia 18 hingga 20 tahun, yang tidak melakukan hubungan seksual yang normal, melakukan masturbasi." IL Botneva mengamati seorang pasien yang mengalami hingga 15 orgasme masturbasi per hari. Menurut K. Imelinski (Polandia), masturbasi pada anak perempuan terjadi pada 44,8% kasus. Peneliti dari negara lain melaporkan angka yang mendekati angka tersebut.

Perhatian yang paling serius harus diberikan pada kualitas kehidupan seksual; kehidupan seksual penuh seorang wanita harus ditentukan oleh indikator-indikator berikut:

• adanya orgasme fisiologis pada wanita setelah setiap tindakan seksual atau, dalam kasus apa pun, setelah 75% tindakan seksual;
• adanya orgasme psiko-emosional dalam batasan yang sama (setidaknya selama sepuluh tahun pertama kehidupan bersama);
• pemenuhan kebutuhan multi-orgasme (rangkaian orgasme), jika ada. Dalam kasus ini, kondisi patologis, yaitu nimfomania, harus disingkirkan;
• kebetulan rentang penerimaan pada kedua pasangan dan tidak adanya jenis ketidakharmonisan seksual lainnya;
• sistem kontrasepsi yang dipikirkan secara matang dan memadai dengan tetap menjaga kemungkinan masuknya sperma secara berkala ke dalam organ genital wanita.

Dengan adanya indikator-indikator ini, menurut hemat kami, frekuensi hubungan seksual tidaklah terlalu penting.

Beberapa penulis percaya bahwa tidak adanya orgasme pada seorang wanita, meskipun adanya kepuasan umum, tidak mengganggu kehidupan seksualnya secara signifikan.

Di antara faktor-faktor yang memengaruhi intensitas kehidupan seksual, kami akan menyebutkan awal kehidupan seksual pada pria, yang terkadang menyebabkan penurunan intensitasnya lebih cepat. Awal kehidupan seksual pada wanita dalam kasus pemerkosaan atau pernikahan dini tanpa cinta (negara-negara Timur) dapat menyebabkan penurunan atau penekanan libido sepenuhnya, keengganan terhadap kehidupan seksual.

VA Kiselev dan Yu. G. Zubarev, setelah mempelajari 186 wanita frigid, mencatat bahwa semakin awal seorang gadis memulai kehidupan seksualnya, semakin tinggi persentase frigiditasnya. Dalam kasus hiperseksualitas, kehidupan seksual yang dimulai lebih awal menyebabkan wanita menjadi sangat kuat. Kelelahan yang berlebihan, astenia fisik dan mental menyebabkan penurunan intensitas kehidupan seksual.

Intensitas kehidupan seksual juga dipengaruhi oleh profesi, meskipun tidak ada konsensus tentang masalah ini. Beberapa penulis mengklaim bahwa kerja mental diduga mengurangi libido dan potensi. Para peneliti sangat mementingkan matematika dalam mengurangi potensi. Poussais menulis pada tahun 1836 bahwa masalah matematika menekan potensi seksual, dan G. de Coux dan M. St.-Arge menyarankan untuk mempelajari matematika untuk mengalihkan perhatian dari gairah seksual yang berlebihan. V. Hammond berpendapat sama. G. de Coux dan M. St.-Arge mengutip contoh seorang matematikawan yang tidak pernah bisa menyelesaikan hubungan seksual, karena tepat sebelum orgasme dia tiba-tiba menemukan solusi untuk masalah atau persamaan geometri yang sedang dia kerjakan hari itu.

NV Sletov, setelah mempelajari 67 kasus impotensi pria, yang pengobatannya tidak efektif, menemukan bahwa di antara mereka terdapat 12 guru matematika, 4 insinyur teori, 1 astronom, 10 akuntan, 16 desainer dan akuntan, dan 5 kasir. Jadi, dari 67 pasien impotensi yang tidak berhasil diobati, 48 terkait dengan matematika.

PI Kovalevsky, sebaliknya, percaya bahwa pria sehat yang terlibat dalam aktivitas mental, dengan gizi yang baik dan aturan pakai yang tepat, tidak hanya tidak mengalami impotensi, tetapi bahkan mengalami peningkatan seksualitas, dan hanya kelelahan mental yang berlebihan, terutama pada individu yang lemah dan kelelahan, yang menyebabkan penurunan potensi.

Menurut S. Schnabl, wanita yang terlibat dalam pekerjaan mental memiliki frekuensi koitus yang lebih tinggi, libido yang lebih menonjol, dan hubungan yang lebih baik dengan pasangannya.

Berikut ini beberapa data tentang pengaruh intensitas hubungan seksual terhadap kesehatan dan bahkan kemungkinan kematian selama dan setelah hubungan seksual. Pada pasien tuberkulosis, biasanya libido dan reaksi seksual meningkat secara signifikan dibandingkan dengan orang sehat. Telah dijelaskan kasus-kasus di mana peningkatan tekanan arteri selama hubungan seksual menyebabkan hemoptisis yang berbahaya pada pasien tersebut.

Peningkatan tekanan darah dan perubahan suplai darah ke otak selama hubungan seksual pada orang lanjut usia yang menderita fenomena aterosklerosis dapat menyebabkan malapetaka dengan hasil yang fatal akibat stroke atau emboli. Kasus-kasus kematian mendadak pada saat orgasme ini disebut "kematian yang manis" (la mort douce, tod susse). Kematian Pandu di pelukan istrinya Madola dijelaskan dalam sebuah buku India kuno. Raja Hun yang berkuasa, Attila, meninggal saat berhubungan seksual karena pembuluh darah besar yang pecah. Pada tahun 1909 dan 1912, dua karya tentang topik ini diterbitkan di pers Jerman oleh Lipa Bey. Max Marcuse menulis bahwa kasus la mort douce tidak jarang terjadi bahkan hingga saat ini. Dia percaya bahwa statistik terbesar tentang kematian mendadak seperti itu ada di arsip departemen kepolisian, tempat surat kematian di rumah bordil disimpan.

Ahli seksologi Jerman (M. Marcuse dkk.) menganggap kasus yang digambarkan dalam cerita karya EJ Hofmann "Das Freulein von Scuderi" sebagai contoh klasik deskripsi kematian semacam itu dalam fiksi. Kasus yang digambarkan dalam cerita ini terkait dengan "tod in sexuallen Affekt", tetapi kami menganggap deskripsi kematian Dr. Emilion Godes dalam cerita karya penulis Brasil modern Jorge Amado "Teresa Batista, Tired of War" lebih cocok untuk la mort douce.

Seperti yang telah ditunjukkan, reaksi umum organisme terhadap hubungan seksual ini jauh lebih jelas pada pria daripada pada wanita. Secara umum diyakini bahwa kasus la mort douce merupakan hak prerogatif eksklusif pria, tetapi kami dapat menemukan dalam literatur medis kasus la mort douce pada wanita. M. Fiesch melaporkan seorang wanita berusia 51 tahun, yang telah melahirkan beberapa kali, menderita diabetes dan penyakit jantung, yang meninggal tiba-tiba (tampaknya karena emboli paru) beberapa menit setelah hubungan seksual yang hebat.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ], [ 4 ], [ 5 ], [ 6 ]