Botox dapat membantu mengatasi masalah ejakulasi dini

Karyawan salah satu universitas di New Orleans melakukan penelitian yang tidak biasa, di mana mereka memutuskan untuk memeriksa bagaimana suntikan Botox memengaruhi tubuh pria. Ternyata, Botox dapat memengaruhi durasi hubungan seksual. Penelitian tersebut dilakukan pada tikus yang diberi suntikan Botox. Durasi hubungan seksual pada hewan diukur sebelum dan sesudah suntikan, dan ternyata, setelah terapi, tikus bertahan lebih lama.

Para ahli berencana untuk memulai sebuah penelitian yang melibatkan para relawan. Percobaan ini akan melibatkan 60 pria berusia 18 hingga 50 tahun, yang masing-masing telah menjalin hubungan monogami jangka panjang. Suntikan Botox seharusnya diberikan kepada para pria di jaringan otot di sekitar alat kelamin, sementara kelompok kontrol akan menerima plasebo. Suntikan tersebut dapat diberikan oleh spesialis yang telah menangani Botox (suntikan baru diberikan setelah efek dari suntikan sebelumnya menghilang).

Satu dari empat pria menderita ejakulasi dini. Masalah seksual ini umum terjadi pada pria muda. Secara umum diterima bahwa masalah ejakulasi dini terjadi jika seorang pria mencapai klimaks pada menit pertama.

Sebuah penelitian terhadap pria di berbagai negara menunjukkan bahwa durasi rata-rata hubungan seksual sedikit lebih dari lima menit. Masalah ejakulasi dini dapat muncul karena masalah dalam hubungan, guncangan emosional yang kuat, meningkatnya kecemasan, depresi, pengalaman seksual yang tidak berhasil di masa lalu, dll.

Dalam beberapa kasus, masalahnya dipecahkan dengan bantuan psikoterapi dan antidepresan (selective serotonin reuptake inhibitor).

Botox berbahan dasar botulinum, racun yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Botox telah menjadi perawatan kosmetik populer dalam beberapa tahun terakhir untuk menghilangkan kerutan wajah. Suntikan Botox biasanya diberikan kepada wanita untuk menghaluskan wajah mereka dan membuat mereka tampak lebih muda.

Pada tahun 2012, Botox diusulkan untuk digunakan dalam pengobatan migrain kronis.

Akan tetapi, botulinum merupakan racun yang bahkan dapat menyebabkan kematian, sehingga pemberian Botox harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Botox juga direncanakan akan digunakan untuk mengobati asma. Ilmuwan dari Australia menyuntikkan Botox ke pita suara pasien. Semua relawan mengalami kesulitan bernapas dan kejang otot vokal. Penyuntikan obat tersebut mengakibatkan kelumpuhan otot, yang memungkinkan otot-otot menjadi rileks dan membuat pernapasan lebih mudah bagi pasien. Efeknya bertahan selama beberapa bulan. Lebih dari separuh partisipan dalam percobaan menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam kondisi mereka, sesak napas menghilang, dan beberapa pasien sama sekali tidak memerlukan perawatan tambahan setelah suntikan Botox. Akan tetapi, perawatan tersebut juga memiliki efek samping, misalnya, suara banyak partisipan berubah (menjadi lebih lembut). Tidak ada seorang pun yang mengalami masalah menelan setelah terapi Botox.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ]