Orang yang menderita migrain 80 persen lebih mungkin mengalami depresi

Orang-orang yang menderita migrain berisiko lebih tinggi mengalami depresi, menurut sebuah studi baru oleh ilmuwan Kanada.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Headache menunjukkan bahwa hubungan tersebut mungkin berjalan dua arah: Orang dengan depresi klinis memiliki risiko lebih tinggi terkena migrain.

Migrain adalah sakit kepala berdenyut yang hanya terjadi di satu sisi kepala, sering kali disertai mual dan peningkatan kepekaan terhadap cahaya. Terkadang serangan migrain didahului oleh gangguan penglihatan yang dikenal sebagai aura. Depresi adalah gangguan mental serius dan mencakup gejala-gejala seperti kesedihan, insomnia, kelelahan, dan pemiskinan emosional.

Sebuah tim ilmuwan yang dipimpin oleh Modgill menganalisis data dari Survei Wawancara Kesehatan Nasional Kanada terhadap lebih dari 15.000 orang antara tahun 1994 dan 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 15% orang menderita depresi dan sekitar 12% menderita migrain selama 12 tahun penelitian.

Kasus depresi lebih umum terjadi pada orang yang mengalami episode migrain - 22% penderita migrain menjadi depresi, dibandingkan dengan 14,6% pada mereka yang tidak mengalami migrain.

Setelah memperhitungkan faktor-faktor lain, seperti usia dan jenis kelamin, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mengalami migrain 80% lebih mungkin menderita depresi daripada orang-orang yang tidak mengalami sakit kepala. Selain itu, peserta yang mengalami depresi 40% lebih mungkin menderita migrain daripada orang-orang yang sehat.

Saat ini, para ilmuwan tidak dapat menjelaskan hubungan antara depresi dan migrain, jadi langkah mereka selanjutnya akan difokuskan pada penelusuran secara rinci mekanisme yang menghubungkan kedua penyakit tersebut.