Para ilmuwan telah menemukan memori sistem kekebalan tubuh

Sistem imun memiliki jenis sel yang mengingatkannya agar tidak menyerang sel, jaringan, dan organnya sendiri, demikian temuan para peneliti UCSF.

Para ilmuwan di UCSF mengatakan penemuan ini dapat menghasilkan strategi baru untuk mengobati berbagai macam penyakit autoimun - di mana sistem imun menyerang dan menghancurkan sel-sel di dalam tubuh - dan untuk mencegah penolakan transplantasi.

Sel-sel yang diidentifikasi oleh para ilmuwan UCSF beredar dalam darah dan merupakan salinan sel memori yang melindungi terhadap patogen setelah vaksinasi atau paparan berulang terhadap patogen yang sama.

Untuk menentukan peran sel memori yang disebut sel T aktif dalam sistem imun, imunolog UCSF dan ketua patologi Aboul Abbas menggunakan tikus dengan penyakit autoimun.

Ia menemukan bahwa seiring berjalannya waktu, jaringan dalam tubuh - dalam penelitian ini, kulit - melindungi diri dari serangan autoimun dengan mengaktifkan sebagian kecil sel T regulator.

Penyakit autoimun, mulai dari yang ringan hingga parah, menyerang sekitar 50 juta warga Amerika. Selama beberapa dekade, para ahli imunologi percaya bahwa penyakit ini berkembang karena adanya cacat pada fungsi sel imun yang dikenal sebagai limfosit, termasuk sel yang menghasilkan antibodi terhadap patogen.

Pada penyakit autoimun, limfosit dapat diarahkan untuk melawan proteinnya sendiri. Misalnya, pada multiple sclerosis, limfosit menghasilkan antibodi yang menyerang protein dalam selubung mielin yang mengelilingi saraf; pada lupus, mereka menghasilkan DNA mereka sendiri.

Namun dalam banyak kasus, penyakit autoimun dapat dikaitkan dengan respons abnormal oleh sel-sel T-regulatori, kata para peneliti UCSF. Dalam beberapa tahun terakhir, para ahli imunologi telah memahami peran penting sel-sel T-regulatori, yang tidak hanya terkait dengan meredam respons imun selama pemulihan dari infeksi tetapi juga dalam mencegah reaksi autoimun.

Peneliti UCSF ingin mempelajari bagaimana respons autoimun dapat membatasi diri atau berkurang seiring waktu. Dokter memperhatikan bahwa dalam banyak kasus penyakit autoimun, serangan imun pertama pada organ cenderung lebih agresif daripada serangan respons imun berikutnya.

Para ilmuwan di UCSF menciptakan jenis tikus hasil rekayasa genetika yang memungkinkan mereka mengaktifkan atau menonaktifkan produksi protein di kulit yang disebut ovalbumin yang akan memicu respons autoimun.

Kehadiran protein tersebut juga merangsang aktivasi sel-sel pengatur T. Ketika para ilmuwan meningkatkan produksi ovalbumin lagi pada tikus, hal itu menyebabkan respons autoimun yang lemah, karena adanya sel-sel T yang telah diaktifkan.

Saat ini, sel T-regulatori sedang dipelajari dalam terapi yang ditujukan untuk mencegah reaksi penolakan organ yang ditransplantasikan.

Penemuan sel memori jangka panjang pada populasi sel T-regulator menunjukkan janji besar dalam penggunaan sel memori khusus untuk mencegah serangan terhadap target molekuler tertentu yang oleh para imunolog disebut "antigen."

Karena peran sel memori T-regulatori yang diaktifkan belum diketahui sebelumnya, penelitian ini dapat memberikan dorongan kuat untuk memulai uji klinis imunoterapi spesifik pada multiple sclerosis dan diabetes tipe 1.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ]