Pengobatan antibiotik di masa kanak-kanak picu obesitas

Anak-anak kecil (di bawah usia dua tahun) yang telah menjalani setidaknya empat kali pengobatan antibiotik lebih mungkin mengalami obesitas di masa mendatang daripada teman sebayanya. Pernyataan ini disampaikan oleh para spesialis dari Amerika Serikat. Seperti yang dicatat oleh para ilmuwan, obat antibakteri berspektrum luas meningkatkan kemungkinan obesitas pada usia lima tahun sebesar 11%.

Kemungkinan besar, obat antibakteri memicu gangguan mikroflora usus, yang menjadi alasan munculnya berat badan berlebih pada anak. Kepala proyek penelitian, Charles Bailey, mencatat dalam penjelasannya bahwa seringnya penggunaan antibiotik berspektrum luas pada anak di bawah usia dua tahun jelas merupakan penyebab kelebihan berat badan. Pada saat yang sama, para ilmuwan telah menentukan bahwa obat antibakteri berspektrum sempit, bahkan setelah dua atau lebih pengobatan, tidak menimbulkan efek yang sama.

Menurut para ahli, dalam dua tahun pertama kehidupan seorang anak, perubahan utama dimulai dalam pola makan anak, dan mikroflora usus berkembang pesat selama periode ini. Pelanggaran mikroflora pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak dapat secara signifikan memengaruhi kesehatannya di masa mendatang, sehingga para ahli telah meminta semua dokter anak untuk meninggalkan praktik mengobati anak-anak di bawah usia dua tahun dengan antibiotik spektrum luas. Para ilmuwan mengonfirmasi kata-kata mereka dengan hasil penelitian lebih dari 64 ribu catatan medis anak-anak. Selain itu, para ahli yakin bahwa meninggalkan obat antibakteri spektrum luas akan membantu menyingkirkan masalah signifikan lainnya - resistensi obat. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa antibiotik tidak berdaya dalam setiap kasus keenam karena resistensi obat yang berkembang di dalam tubuh.

Selain itu, penelitian lain menemukan bahwa antibiotik dapat menyebabkan kematian. Obat antibakteri yang paling populer, klaritromisin, ternyata memiliki efek samping yang serius. Seperti yang ditunjukkan penelitian, klaritromisin meningkatkan kemungkinan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Klaritromisin adalah makrolida yang dapat menyebabkan aritmia ventrikel yang serius, tetapi hingga saat ini tidak ada bukti yang mendukung hal ini.

Para ahli menguji efek dua antibiotik makrolida umum pada tubuh – klaritromisin dan roksitromisin – pada pasien berusia 40 hingga 74 tahun.

Para ilmuwan menganalisis lebih dari lima juta kasus pengobatan antibiotik. Di antara semua terapi antibakteri, lebih dari 4 juta pasien diobati dengan penisilin, sekitar 160 ribu dengan klaritromisin, dan sekitar 590 ribu dengan roksitromisin. Secara total, para ilmuwan mencatat 285 kasus kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah selama pengobatan antibiotik (32 kematian tercatat di antara pasien yang menjalani roksitromisin, 18 - klaritromisin).

Berdasarkan hasil perhitungan, para ahli menentukan bahwa klaritromisin meningkatkan kemungkinan kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 76% dibandingkan dengan pasien yang mengonsumsi antibiotik penisilin. Di antara pasien yang menjalani pengobatan roksitromisin, tidak tercatat adanya peningkatan angka kematian.